Minggu, Desember 13, 2015

Mengenali Gaya Belajar Anak

Apakah belajar itu? Bagaimana kita belajar? Bagaimana suasana belajar yang optimal? Dengan siapa kita belajar? Di mana tempat terbaik untuk belajar? Darimana sumber belajarnya? Apa yang dipelajari? Apa manfaat belajar? ...

Daftar pertanyaan di atas bisa terus bertambah setiap kita berbicara mengenai belajar. Hal tersebut wajar mengingat belajar pada dasarnya adalah kebutuhan setiap orang, bahkan kita diwajibkan untuk menuntut ilmu (belajar juga kan, ya... :D)
Hasil belajar yang terbaik tentunya menjadi harapan setiap orang, baik bagi dirinya maupun bagi anak-anaknya. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, banyak faktor yang terkait dengan aktivitas ini. Salah satu yang menentukan kemudahan prosesnya adalah mengenali bagaimana kita belajar.

Bagaimana cara kita belajar supaya proses belajar tersebut memberikan hasil yang optimal dikenal sebagai GAYA BELAJAR.

Gaya belajar adalah cara seseorang menyerap, mengatur dan mengolah informasi (DePorter, 1992). Berdasarkan definisi tersebut, DePorter membagi dua tinjauannya menjadi, pertama, bagaimana seseorang menyerap informasi dengan mudah dipengaruhi oleh modalitasnya; kedua, bagaimana mengatur dan mengolah informasi yang berkaitan dengan dominasi otaknya.

Sumber dari connectionacademy
Teori gaya belajar yang paling sederhana dan paling populer adalah V-A-K, yaitu gaya belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik. Berdasarkan tinjauan DePorter klasifikasi ini disebut sebagai MODALITAS BELAJAR.
Seseorang dikatakan mempunyai gaya belajar visual jika dia belajar terbaik dengan melihat (seeing), mengakses citra visual; gaya belajar auditorial jika belajar terbaiknya dengan cara mendengar (hearing), mengakses segala jenis bunyi dan kata, dan gaya belajar kinestetik jika belajar terbaiknya dengan cara melakukan (doing), mengakses segala jenis gerak dan emosi.


Teori lain yang cukup dikenal adalah klasifikasi gaya belajar diturunkan dari Teori Multiple Intellegences Gardner. Gaya belajar dalam hal ini dibedakan menjadi 7 jenis, yaitu:
- Visual (Spasial), memilih menggunakan gambar-gambar, skema, grafik, dan pemahaman spasial
- Aural (Auditoral-Musikal), memilih menggunakan suara dan musik
- Verbal (Linguistik), memilih menggunakan kata-kata baik dalam bentuk lisan maupun tulisan
- Kinestetik (Fisik), memilih menggunakan gerak tubuh, tangan, dan indera peraba
- Logika (Matematika), memilih menggunakan logika, pemikiran, dan sistem
- Sosial (Interpersonal), memilih belajar secara berkelompok atau dengan orang lain
- Soliter (Intrapersonal), memilih belajar/bekerja sendiri

Sumber dari sini

Gaya belajar berdasarkan dominasi otak mengikuti model yang awalnya dikembangkan oleh Anthony Gregorc profesor di bidang kurikulum dan pengajaran di Universitas Connecticut, dibedakan menjadi:
- persepsi konkret dan abstrak
- kemampuan pengaturan secara sekuensial (linear) dan acak (nonlinear)

Sehingga didapatkan empat kelompok perilaku (gaya berpikir) yaitu Sekuensial Konkret (SK), Sekuensial Abstrak (SA), Acak Konkret (AK), dan Acak Abstrak (AA).

Sumber dari sini
Pemikir sekuensial konkret berpegang pada realitas dan memproses informasi secara teratur, linear dan sekuensial. Realitas bagi mereka adalah apa yang dapat mereka ketahui melalui indera fisik mereka. Mereka mengingat fakta-fakta, informasi, rumus-rumus, dan aturan-aturan khusus dengan mudah. Mereka juga menyukai pengarahan dan prosedur khusus.

Pemikir acak konkret berpegang pada realitas namun mempunyai sikap eksperimental (melakukan pendekatan coba-salah) yang diiringi dengan perilaku yang kurang terstruktur. Cenderung tidak memedulikan waktu dan lebih berorientasi pada proses drpd hasil.

Pemikir acak abstrak menyerap ide-ide, informasi, dan kesan dan mengaturnya dengan refleksi serta berkiprah di dalam lingkungan yang tidak teratur yang berorientasi pada orang.
Mereka perlu melihat gambaran besar, bukan tahapannya, sehingga akan sangat membantu jika mereka mengetahui bagaimana hubungan segala sesuatunya secara keseluruhan sebelum masuk ke detail.

Pemikir sekuensial abstrak suka berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi, sangat menghargai orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang teratur rapi. Proses berpikir mereka logis, rasional, dan intelektual. Aktivitas favoritnya adalah membaca, lebih suka bekerja sendiri daripada berkelompok. Mereka ingin mengetahui sebab-sebab di balik akibat dan memahami teori serta konsep.

Apakah satu modalitas atau gaya berpikir lebih baik dari modalitas atau gaya berpikir yang lain?
Satu modalitas tidak lebih baik daripada modalitas lainnya, hanya memerlukan cara yang berbeda. Demikian pula dengan gaya berpikir.

Tidak setiap orang harus masuk ke dalam salah satu klafikasi identifikasi V-A-K, namun kebanyakan kita cenderung pada yang satu daripada yang lainnya.

Bagaimana mengenali gaya belajar anak?
Cara mengenali gaya belajar yang paling efektif adalah dengan mengamati dan membuat pencatatan. Paling tidak begitulah yang saya lakukan pada ketiga anak saya. Mengenali gaya belajar membantu kita untuk memberikan metode yang paling cocok kepada anak untuk melalui proses belajarnya.
Lalu apa yang kita amati? Beberapa contoh di bawah ini dapat kita lakukan sebagai langkah mengenali modalitas belajar anak:
- Sikap anak ketika dibacakan, apakah anak mendengarkan dan menikmati, lebih asyik dengan gambar-gambar yang ada dalam buku sehingga cenderung tidak sabar dalam mendengarkan atau malah sibuk bergerak ke sana ke mari.
- Respon anak saat melihat gambar-gambar/tanda-tanda, apakah mereka tertarik atau acuh tak acuh.
- Reaksi ketika diperdengarkan lagu/musik atau terhadap suara-suara, apakah merasa terganggu atau tidak.
- Aktivitas fisik yang dilakukan oleh anak dan kemampuan untuk duduk tenang untuk selang waktu tertentu.

Pengalaman belajar bersama ketiga anak saya, sebelum usia mereka mencapai 7 tahun, modalitas yang dominan cenderung pada auditorial dan kinestetik sehingga saya banyak membacakan pada mereka, memperdengarkan murottal, menggubah/menyanyikan lagu dan beraktivitas di luar dengan permainan-permainan fisik.
Seiring dengan bertambahnya umur dan berkembangnya kemampuan membaca, modalitas dominan yang kemudian muncul adalah visual, meskipun demikian kedua modalitas lainnya masih mewarnai gaya belajar mereka. Berdasarkan keadaan tersebut, saya selalu memasukkan ketiga modalitas dalam setiap kegiatan belajar mereka. Apalagi ketika pada beberapa subjek pembelajaran, modalitas dominan yang muncul berbeda-beda. Sebagai contoh,
- saat belajar matematika dan fisika kecenderungan gaya belajarnya adalah kinestetik, mereka harus melakukan/memeragakan sesuatu untuk mendukung pemahamannya,
- ketika mempelajari/menemukan suatu topik baru, mereka membutuhkan lawan bicara yang bersedia mendengarkan "siaran ulang" hasil bacaan mereka
- jika menemukan bacaan menarik, mereka betah menghabiskan waktu berjam-jam setiap harinya untuk menuntaskan bacaan tersebut
- kesukaan ketiganya pun serupa, mereka sangat senang menggambarkan ide-idenya atau topik yang sedang dipelajari.
- sangat senang menggubah lagu dan melakukan pertunjukan dengan tema tertentu

Sumber gambar di sini
Fasilitas belajar yang meliputi berbagai gaya belajar pada dasarnya akan membantu anak-anak mencapai hasil optimalnya karena dengan demikian kegiatan belajar dapat mencakup keterlibatan baik pasif maupun aktif dari pesertanya. Hal tersebut digambarkan dalam Cone of Learning dari Edgar Dale sebagai berikut:
- keterlibatan pasif meliputi kegiatan membaca, mendengarkan, dan melihat serta mendengar-melihat, hanya akan memberikan pemahaman sampai dengan 50%.
- keterlibatan aktif meliputi kegiatan menyampaikan dan melakukan dapat memberikan sampai dengan 90% pemahaman.

Salah satu kegiatan belajar yang pernah kami lakukan dengan memasukkan ketiga modalitas belajar adalah Detektif Kecil, mengikuti instruksi dan memecahkan tantangan untuk menyelesaikan sebuah misi.

Lalu bagaimana cara belajar efektif jika dikaitkan dengan gaya berpikirnya? Sebaiknya dilanjutkan dalam tulisan berikutnya saja ya... ;)



Bahan Bacaan:
DePorter, Bobbi, Quantum Learning, Kaifa, 1999
DePorter, Bobbi, Quantum Teaching: mempraktikkan quantum learning di ruang-ruang kelas, Kaifa, 2002
Learning Styles, http://teach.com/what/teachers-teach/learning-styles
Learning Styles, https://unh-ed604.wikispaces.com/Learning+Styles
Influential Learning Theories: Multiple Intelligences and Learning Styles, www.connectionsacademy.com

Jumat, Juni 26, 2015

Membuat Origami 3D Angsa Putih

Membuat origami sudah menjadi kegiatan favorit Amira. Dia bisa betah berlama-lama melakukan aktivitas yang satu ini. Bahkan jadwal belajar lain bisa bergeser ketika keinginan untuk berorigami muncul. Seminggu bisa diisi dengan mencoba berbagai bentuk origami.
Kali ini Amira mulai merambah ke bentuk origami 3 dimensi (3D). Apa sih origami 3D itu?
Awalnya aku membayangkan origami 3D itu ya seperti bentuk burung yang selama ini sering dibuatnya kemudian digantung dijadikan hiasan ruangan. Cukup menggunakan selembar kertas origami biasa.
Namun setelah memperhatikan dan ikut menonton tutorial-tutorialnya aku mulai mengerti bahwa origami 3D ini sedikit berbeda, yaitu lebih ke seni menyusun lipatan kertas yang serupa (maaf ya kalau salah... :)

Sebelum mulai menyusun bentuk yang diinginkan, tahapan yang terberat adalah melipat kertas-kertas yang telah dipotong dengan ukuran tertentu. Melipatnya sih sederhana banget, kertas-kertas tersebut dilipat bentuk segitiga, cuma jumlahnya itu lho....

Untuk membuat angsa seperti pada gambar saja diperlukan 100-150 keping lipatan berbentuk segitiga. Sebelum membuat angsa, Amira pernah membuat Hello Kitty dengan 600 keping lipatan segitiga. Bukan hanya lengan yang pegal, jari-jari pun jadi kaku-kaku.

Kami membuatnya dengan membagi kertas ukuran A4 menjadi 16 bagian, sehingga untuk menghasilkan 600 keping segitiga kami membutuhkan 38 lembar kertas. Kalau ingin mencoba, disarankan menggunakan kertas bekas saja, kertas bekas majalah bagian iklan bagus juga kok!

Sayang Hello Kitty 3D nya belum sempat difoto, meskipun sempat dipamerkan saat Expo Karya Anak di PERAK 2015.

Hello Kitty 3D nya kemudian dibongkar oleh Amira, kemudian dia membuat workshop untuk teman-temannya sebagai salah satu aktivitas Ramadhan. Jadilah lima ekor angsa...!

 

Kamis, April 16, 2015

Bahasa Tubuh, Bahasa Komunikasi Yang Tak Pernah Dusta

Resume kulwapp#3 IIP Surabaya 1
Selasa, 14 April 2015, pk. 20.00 - 21.00
Nara sumber: Septi Peni Wulandani


Menurut Albert Mihrabian, dalam komunikasi, bahasa tubuh menempati peran 55%, intonasi suara 38% dan bahasa verbal hanya 7%. Tapi sayang, banyak diantara kita hanya puas mempelajari bahasa verbal, itupun juga asal, sehingga banyak orangtua yang sekedar "berbicara" ke anaknya, tapi mereka tidak pernah "berkomunikasi".

Sedangkan untuk intonasi suara dan bahasa tubuh, banyak diantara kita yang menganggapnya tidak perlu dipelajari sehingga muncullah gagal paham antara komunikasi anak dan orangtua.

Komunikasi memang tidak selamanya harus berbicara, bahkan kadang kita bisa saling paham yang dimaksud pasangan kita atau anak kita dengan perubahan roman mukanya, atau justru dengan diam. Perubahan roman muka tanpa suara sudah memberikan seribu arti buat yg melihatnya.

Rabu, April 15, 2015

Detektif Kecil


Kali ini kegiatan belajar Amira dan Nina kubuat berbeda. Mereka mempunyai misi yang harus diselesaikan. Pagi hari aku sudah keliling kompleks tempat tinggal kami untuk menempatkan petunjuk-petunjuk yang harus mereka temukan. Sambil pasang senyum setiap kali ada tetangga yang heran melihatku memasang balon di tiang nama jalan, menggantungkan plastik di ranting pohon kersen atau menempelkan amplop di bawah seluncuran di taman kompleks.

detektif kecil

Petunjuk pertama yang mereka temukan adalah sebuah balon dengan gulungan kertas di dalamnya. Lucunya kedua anak itu tidak berani memecahkan balon untuk mengambil petunjuk tersebut. Ketika gulungan dibuka, keduanya terheran-heran karena petunjuknya berisi huruf-huruf acak yang tidak membentuk kata-kata, kecuali mereka membacanya dengan seksama.

Petunjuk kedua berbeda lagi. Kali ini mereka harus membacanya dengan menghadap cermin. Setelah itu pada ketiga mereka harus menyusun kata-kata acak menjadi sebuah kalimat yang bermakna.
Petunjuk terakhir berupa soal matematika yang hasilnya merupakan angka unik nomor rumah kami.

Dari setiap petunjuk-petunjuk tersebut, mereka akan menemukan kepingan-kepingan puzzle yang harus disusun. Di beberapa tempat dimana mereka mendapatkan petunjuk-petunjuk itu ada kejutan-kejutan yang membuat keduanya berteriak gembira.

Di samping menyelesaikan misi menyusun puzzle, keduanya kubekali beberapa lembar tugas yang juga harus dikerjakan.

Selesai berkegiatan, keduanya menyampaikan keinginan untuk belajar dengan cara demikian lagi.
Hehehe....itu berarti sama saja menugaskanku menyusun permainan lagi :)

Selasa, Maret 24, 2015

Eksperimen Gunung Berapi

Eksperimen sains kami kali ini adalah membuat percobaan gunung berapi untuk mengetahui bagaimana proses keluarnya lava dari kepundan gunung berapi. Bahan-bahan yang kami gunakan sebagiannya adalah barang-barang tak terpakai di rumah, seperti kardus bekas pizza dan botol plastik bekas kemasan sambal. 

Selengkapnya bahan yang diperlukan dalam eksperimen ini adalah:

  1. Kardus/karton tebal, dipotong membentuk lingkaran. Kami menggunakan piring makan untuk mencetak lingkarannya. 
  2. Gelas plastik kecil. Kami menggunakan botol plastik bekas sambal yang dipotong atasnya sehingga menjadi menyerupai gelas kecil.
  3. Aluminium foil, digunakan untuk membuat miniatur gunung berapi, membentuk alur-alur di lereng gunungnya.
  4. Selotip
  5. Air 2 sendok
  6. Soda kue 2 sendok
  7. Sabun cair 1 sendok
  8. Cuka masak 2 sendok

Cara percobaannya adalah sebagai berikut:

  1. Botol plastik yang telah dipotong menyerupai gelas kecil ditempel di tengah-tengah lingkaran kardus dengan selotip. 
  2. Tutupi Seluruh bagian gelas berikut kardus dengan aluminium foil dan lipat bagian tepinya ke bagian bawah kardus, kemudian rekatkan dengan selotip.
  3. Buatlah lubang menembus aluminium foil pada mulut gelas untuk membuat "kepundan" gunung.
  4. Campur air, soda kue, dan sabun cair secara merata, kemudian masukkan ke dalam lubang "kepundan".
  5. Kemudian masukkan cuka ke dalam lubang "kepundan".


Eksperimen Gunung Berapi @Rumah3Bintang
Wow! Cairan "lava" keluar dari "kepundan" gunung!

Pada saat cairan keluar, ada gelembung-gelembung yang menyertainya. Gelembung-gelembung itu adalah gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh campuran soda kue dan cuka. Air dan sabun cair pada eksperimen ini adalah untuk menghasilkan efek cairan seolah-olah menyerupai lava.

Saat pertama melakukan eksperimen ini, kami mencampurkan air, soda kue dan sabun cair langsung ke lubang "kepundan", sehingga kesulitan mencampurkannya secara merata. Dan saat memasukkan cuka, efek "lava" yang terjadi tidak terlalu bagus dan memerlukan waktu...."letusan"nya tidak langsung terjadi...

Di kesempatan kedua, kami mencampurkan terlebih dahulu air, soda kue, dan sabun cair pada wadah terpisah. Setelah tercampur merata baru dimasukkan ke dalam lubang "kepundan". Ketika cuka dicampurkan ke dalam cairan tadi, terjadi "letusan" yang WOW! Sampai-sampai kami sempat meloncat ke belakang menghindari cipratan cairan "lava"nya :D

Oh iya, kami menggunakan panduan dalam buku Ayo Bermain Sains 2 dari Seri Eksperimen Kuark untuk percobaan kali ini. 

Jumat, Maret 20, 2015

Mengelola Emosi dalam Mendidik Anak

Resume Kulwapp#2 IIP Surabaya 1
Kamis, 19 Maret 2015 pk. 20.00-21.00
Nara Sumber: Septi Peni Wulandani

Tidak bisa dipungkiri, mendidik anak kadang memancing emosi kita. Rasanya sulit ditahan, karena semakin ditahan justru semakin ingin diledakkan. Sehingga yang muncul akhirnya adalah luapan kemarahan. Tapi ngat bunda, amarah seringkali mendekatkan diri kita kepada hal-hal yang berbahaya.Tanpa kita sadari terkadang anak akan menjadi sasaran kemarahan kita.Hal ini akan sangat tidak baik terhadap perkembangan perilakunya. Karena anak akan banyak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengarkan.

Jumat, Februari 20, 2015

Membuat Dough Sendiri

Anak-anak selalu suka bermain malam (dough). Kali ini kami mencoba membuatnya sendiri.
Adonan yang kami pakai terbuat dari 500 gram tepung terigu, 250 gram garam, pewarna makanan, air dan minyak goreng.
Tepung terigu dan garam diaduk rata, kemudian dibagi menjadi tiga bagian untuk diberi warna berbeda.
Pewarna makanan; kami memakai warna kuning, merah dan pink, dicampurkan ke dalam air, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam campuran tepung terigu dan garam. Aduk sampai rata, lalu masukkan minyak goreng, aduk sampai adonan kalis.
Anak-anak sangat senang saat membuatnya, apalagi ketika doughnya jadi....wow, kami mendapatkan dough yang sangat banyak!
Dough buatan sendiri ini cukup awet, anak-anak sangat puas memainkannya. Asalkan disimpan dalam wadah yang tertutup baik, dough tetap bagus kondisinya sampai dengan sebulan.

Senin, Februari 09, 2015

Menambahkan Ilustrasi Konten

 Image courtesy of Salvatore Vuono 
at FreeDigitalPhotos.net
Hari ke-10 praktek belajar Basic Blogger kuiisi dengan mencoba menambahkan ilustrasi konten (yang seharusnya menjadi materi hari ke-2) Meskipun terlambat, namun tidak boleh patah semangat dan tidak boleh menyerah hanya karena sambungan internet yang lebih sering tidak ada...

Aku menggunakan tautan-tautan yang diberikan oleh mbak Lala di dalam tutorial. Salah satunya adalah FreeDigitalPhotos.net. Artikel yang kutambahkan ilustrasinya adalah Belajar Basic Blogger dan Hadiah Kecil dari Nisrina.

Awalnya aku keasyikan melihat foto-foto dan ilustrasi-ilustrasi yang keren-keren, tanpa dapat memutuskan satu ilustrasi yang cocok untuk kedua artikel tersebut. Kemudian kuputuskan untuk menggunakan keyword "blogger" dan "mother daughter" untuk mempersingkat waktu. Memang seharusnya cara tersebut kulakukan dari awal mengingat kebiasaanku yang suka terlena mencari.

Sebelum mengunduh gambar-gambar yang telah kupilih, tidak lupa ku-copy terlebih dahulu keterangan pemilik gambar mengingat adanya ketentuan attribution required pada gambar gratis tersebut.

Hasilnya blogku menjadi lebih cantik dan lebih nyaman dibaca dengan adanya ilustrasi konten pada kedua artikel di atas.

Jadi ga sabar untuk terus lanjut materi berikutnya nih...

Kamis, Februari 05, 2015

Membuat Jam Matahari Sederhana

membuat jam matahariBagaimana awal mulanya petunjuk waktu digunakan? Bentuknya seperti apa? Bagaimana cara kerjanya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengawali kegiatan kami kali ini.

Setelah membaca sejarah mengenai penunjuk waktu pertama berupa jam matahari, kami mencoba membuatnya. Bahan-bahan yang kami gunakan adalah benda-benda tak terpakai yang ada di rumah, yaitu kardus bekas pizza, tusuk satu dan potongan gabus. Kemudian jam tersebut diberi hiasan gambar supaya lebih menarik.

Kami mencobanya dengan menaruh jam tersebut di ruang terbuka yang tidak terhalang baik oleh pohon-pohon maupun bangunan. Setelah mencocokkan dengan waktu yang tertera di jam pada HP, jam tersebut kami tinggalkan beberapa waktu.

Saat kami kembali membaca waktu dari jam matahari tersebut, waktu yang ditunjukkan dari bayangan tusuk sate hampir sama dengan waktu pada HP.

Sebenarnya untuk membuat jam matahari banyak hal-hal lain yang harus diperhitungkan. Tidak sekedar melihat bayangan sebuah benda seperti yang kami lakukan. Namun percobaan ini cukup memberikan gambaran kepada anak mengenai cara mengetahui waktu.



Senin, Februari 02, 2015

Belajar Basic Blogger

Image courtesy of Stuart Miles 
at FreeDigitalPhotos.net
Berbekal keinginan belajar menulis dan mengoptimalkan blog yang sudah ada, akhirnya kesampaian juga untuk belajar nge-blog bersama Digital Mommie. Ini hari pertama mulai belajar meskipun sebenarnya sudah masuk hari ke-3 pembelajaran, karena baru hari ini kebagian lagi jatah internet.

Hari pertama, aku membaca dua ebook yang diberikan, Blogmu Harta Karunmu dan Blogging Platform. Senang bisa menyegarkan kembali sesuatu yang sudah diketahui apalagi dengan pemaparan yang sederhana namun mencakup semua esensi yang ada. Setelah itu lanjut menonton video tutorial.

Awalnya aku berpikir untuk membuat blog baru, namun kemudian kuputuskan untuk mengoptimalkan blog ini saja dulu, serta membuatnya lebih menarik.

Belajar nge-blog yuk!

Perjalanan Minim Sampah

Minim sampah dalam perjalanan merupakan sebuah tantangan, namun hal tersebut sangat mungkin dilakukan. Memang tidak semua akan ideal seperti...