Jumat, Oktober 24, 2008

Rumah Tanpa Televisi

Televisi sudah menjadi kebutuhan yang “penting” dalam setiap keluarga pada masa sekarang ini. Rasanya sangat jarang dan akan sulit sekali menemukan rumah tanpa sebuah televisi. Bahkan dalam sebuah rumah bukan merupakan suatu keanehan terdapat lebih dari satu televisi. Begitu pula dalam keluarga kami, televisi telah menjadi sahabat yang selalu setia menemani hari-hari kami di rumah.
Fauzi sangat suka menonton film-film kartun terutama di Global TV. Pada awalnya kami tidak terlalu khawatir dengan film-film yang ditontonnya, karena masih sesuai untuk anak-anak seperti Dora the Explorer, Diego, dan Backyarddiggans. Kemudian film favoritnya berubah seiring dengan perkembangan umurnya. Jika kuperhatikan, film-film kartun yang ditonton oleh sulungku tidak cocok untuk anak-anak karena mengandung unsur kekerasan, permusuhan dan hal-hal negatif lainnya. Di samping itu, film-film tersebut selalu diulang, tidak hanya sekali dua kali tetapi tak terhitung lagi. Kucoba membatasi jadwal menonton anakku, secara bertahap kukurangi waktunya sampai akhirnya dia boleh menonton dua jam saja dalam satu hari, satu jam di pagi hari dan sejam lagi di sore hari. Saat itu, aku sudah tidak pernah menonton TV lagi, karena Fauzi selalu beralasan untuk menemaniku menonton saat jatah menonton miliknya telah habis hari itu.
Sudah sering kubaca mengenai pengaruh TV terutama bagi anak-anak, bahwa TV dengan tayangannya diyakini dapat meningkatkan agresivitas anak, menjadikan anak tidak kreatif, meningkatkan kemungkinan obesitas, dan masih banyak hal negatif lainnya. Aku juga tidak memungkiri bahwa tayangan televisi ada yang bagus dan menambah pengetahuan bagi anak, seperti acara Si Bolang yang memang menjadi favorit anakku, tetapi persentasenya sangat kecil. Berdasarkan pengamatanku, saat menonton, anakku sangat sulit untuk diajak berkomunikasi, tidak kooperatif menjalankan kewajiban-kewajibannya bahkan mengabaikan kebutuhan dirinya, seperti makan dan mandi. Dia paling tidak suka disela saat menonton, tidak suka jika kuajak bicara, serta mudah marah.
Tidak terbayangkan olehku akan mengambil langkah yang kontroversial. Setelah kukonsultasikan dengan mama dan kudiskusikan dengan suamiku, aku bertekad melaksanakan rencanaku. Akhirnya, di suatu pagi yang cerah di hari Sabtu, kuhapus peran “kotak bergambar” ini dari rumah kami, kuturunkan dia dari tahtanya, kursi kebesaran yang tidak pernah terusik selama lima tahun. Aku tidak berani membayangkan apa yang akan dilakukan oleh anakku saat mengetahui sahabat karibnya tidak lagi menemaninya. Aku hanya berdoa bahwa apa yang kulakukan adalah sesuatu yang baik dan tepat untuk kami sekeluarga. Kemudian kutinggalkan rumah untuk pergi ke kampus karena harus memberi kuliah pengganti. Kutitipkan kedua anakku yang masih tidur kepada pengasuhnya.
Siang hari begitu tiba di rumah kembali, pengasuh anakku memberi laporan mengenai apa yang terjadi selama aku pergi. Sungguh tidak terduga dan aku sangat bersyukur tidak terjadi sesuatu yang buruk terhadap buah hatiku. Saat dia bangun tidur, seperti biasa, dibawanya bantal ke sofa di ruang TV. Begitu dia membuka lemari TV yang biasanya tidak pernah tertutup, dia sangat terkejut, TIDAK ADA TV di dalamnya! TV-nya kemana, tanyanya kepada pengasuhnya. Dibawa mama, ga tau kemana, jawab pengasuhnya. Anakku termenung dan sangat kecewa. Setelah dibujuk, dia mandi seperti biasa. Tetapi saat berpakaian, anakku sangat lama berada di kamarnya, tidak keluar-keluar meskipun telah dipanggil berulang kali. Akhirnya pengasuh anakku menyusul ke kamar, dan kaget melihat yang sedang dilakukan olehnya. Anakku sedang menempelkan lampu belajar ke tubuhnya! Kejadian lain yang cukup menyulitkan adalah dia melemparkan berbagai mainannya ke atas, ke langit-langit ruang keluarga yang memang sangat tinggi. Tutup ember wadah Lego, dijadikannya piring terbang, yang hampir menyambar kepala adiknya. Meskipun demikian, dia melakukannya tidak sambil marah,bahkan cenderung tanpa ekspresi, begitu laporan pengasuhnya padaku. Mungkin karena capek dan kecewa, aku mendapatinya tertidur di sofa.
Semula aku khawatir, keadaan ini akan berlanjut cukup lama. Tapi ternyata tidak. Hari Minggu keadaannya sudah membaik. Fauzi tidak melakukan sesuatu hal yang mengkhawatirkan. Dia hanya minta diijinkan bermain komputer dan kemudian bermain keluar bersama teman-temannya.

“Ma, TV-nya dikemanain?”, tanyanya tiba-tiba.
Aku menatapnya, kemudian kujawab,”Mama singkirin”.
“Disingkirin ke mana?”,tanyanya lagi. “Dikasihin ke yang butuh”.
“Kenapa?”
“Karena mama ga mau Fauzi rusak”
“Rusak kenapa?”, anakku terus mengejar dengan pertanyaan-pertanyaannya
“Gara-gara nonton TV terus, Fauzi jadi susah mandi, susah makan, sering marah-marah, ga mau ngapa-ngapain….”, kujawab panjang lebar.
“Oooo….”
“Kapan kita punya TV lagi?”, lanjutnya.
“Mama ga bisa jawab sekarang, sayang.” Kusudahi percakapan kami.

Hari ini enam bulan telah berlalu. Televisi masih berada dalam persembunyiannya, entah berapa lama lagi. Aku masih bertahan dengan keputusanku, tidak menghadirkan televisi di tengah-tengah keluarga kami. Meskipun keinginan Fauzi untuk memiliki kembali TV masih tinggi, tetapi dia tidak pernah memaksa. Dia hanya bertekad bisa membeli TV dari hasil usahanya sendiri, apakah itu dari tabungannya maupun pencarian hadiah kuis kue-kue kesukaannya.
Adakah yang berubah? Banyak sekali. Fauzi jadi lebih menekuni hobi menggambarnya, semakin tertarik untuk bisa membaca, mau berlatih menulis atas keinginannya sendiri, semakin kreatif dengan mainan Legonya, dan semakin sering berinteraksi dengan adik semata wayangnya. Intensitas marahnya juga semakin berkurang, jauh lebih kooperatif dan lebih sehat tentunya.
Tetapi saya tidak melarangnya untuk menonton jika ada kesempatan. Seperti jika dia di rumah Eninnya. Dan itupun tidak lama, selain karena waktu yang singkat, dia juga harus mau berbagi tayangan TV dengan Enin atau Oomnya. Dari hal ini kulihat, kesediaannya untuk berbagi juga menjadi lebih baik.
Sebuah rumah tanpa televisi sangat mungkin untuk diwujudkan. Mungkin ada ruginya tetapi manfaat yang kami rasakan ternyata jauh lebih banyak. Masih ada media lain yang bisa kami gunakan sehingga kamipun tidak perlu khawatir ketinggalan berita.



Perjalanan Minim Sampah

Minim sampah dalam perjalanan merupakan sebuah tantangan, namun hal tersebut sangat mungkin dilakukan. Memang tidak semua akan ideal seperti...